Pengenalan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi kepada OYPMK dan Remaja Disabilitas

 


Membicarakan soal seksualitas terutama terhadap anak dan remaja masih menjadi pembicaraan tabu di masyarakat. Anak-anak dan remaja dianggap akan paham dengan sendirinya. 

Padahal anak punya hak untuk mendapatkan pendidikan seks agar bisa memahami diri sendiri dengan benar. Sehingga masih perlu dilakukan sosialisasi perihal hak seksual dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat dan remaja khususnya. 

Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi OYPMK dan Disabilitas Remaja

Setiap anak berhak mengetahui tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi. Terlebih anak atau remaja berkebutuhan khusus (Disabilitas). 

Persoalan hak kesehatan seksual dan reproduksi bagi OYPMK dan remaja disabilitas ini menjadi tema Talk Show yang diadakan oleh Ruang Publik KBR bekerja sama dengan NLR Indonesia. 

Acara yang digelar pada tanggal 25 Mei 2022 secara daring ini menghadirkan tiga orang narasumber:

Westiani Agustustin, Founder Biyung Indonesia.

Nona Ruhel Yabloy, Project Officer HKSR NLR Indonesia.

Wilhelmina Ice, Remaja Champion program HKSR.

Menurut Nona, jika hak kesehatan seksual dan reproduksi tidak dijelaskan maka anak dan remaja OYPMK dan Disabilitas bisa menjadi korban kekerasan dan pelecehan. Ketika remaja tahu tentang informasi ini mereka akan mampu melindungi dirinya dan mampu bersuara karena paham tentang haknya. 

Kapan Waktu yang Tepat?

Seringkali orang tua bingung kapan waktu yang tepat untuk mengenalkan soal kesehatan seksual dan reproduksi kepada anak dan remaja. Terutama remaja disabilitas yang memiliki kemampuan pemahaman beragam. 

Wilhelmina Ice, Remaja Champion program HKSR mendapat pemahaman lebih menyeluruh saat mengikuti program HKSR ( Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi). Ternyata memang ini menjadi penting karena pemahaman sebelumnya yang dimiliki remaja tidak semua benar. Bisa dipahami mengingat sumber informasinya belum tentu bisa dipertanggungjawabkan. 

Memberi pendidikan seksual bisa dilakukan sejak dini. Dimulai dari mengenal anggota tubuh, bagian mana yang merupakan privasi. Pendidikan disesuaikan dengan usia dan tingkat pemahaman anak. Seperti dijelaskan oleh Nona terdakang yang menjadi momok bagi orang tua adalah pertanyaan anak yang sulit dijawab, sehingga membuat orang tua menunda melakukan pembicaraan. Padahal anak harus tahu dan paham sejak kecil. 

Bagaimana Memulainya?

Remaja disabilitas khususnya wanita yang mengalami menstruasi harus paham bagaimana menjaga kesehatan dengan sering mengganti pembalut. Bagi remaja pria yang mengalami mimpi basah juga harus sudah diberi pemahaman soal ini agar tidak kebingungan menghadapi perubahan tubuhnya. 

Westiani Agustustin dari Biyung Indonesia, menjelaskan bahwa pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi wanita dimulai dari ketubuhan. Ketubuhan perempuan sudah dimulai sejak usia kandungan 9 minggu. Orang tua dan keluarga harus sudah memberi pemahaman sejak dini sebagai bagian dari hak anak sama seperti memenuhi hak bertumbuh makan dan minum. 

Edukasi tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi dimulai dari toilet training. Disitulah media antara orang tua dan anak berbicara tentang ketubuhan mereka. 

Tidak semua orang tua bisa memberikan hak anak tersebut. Hanya 20 persen dari populasi orang tua yang punya waktu cukup dan edukasi yang baik untuk memberikan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi kepada anak. Sisanya, 80 persen orang tua memiliki keterbatasan untuk bisa memberikan edukasi dan informasi kepada anaknya. 

Biyung Indonesia mendorong pemerintah untuk menjamin hak kesehatan seksual dan reproduksi bagi seluruh lapisan masyarakat. 

Kesadaran dan pemahaman orang tua tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi merupakan bagian dari kebutuhan anak harus terus ditingkatkan. Di sisi lain peran pemerintah juga sangat penting agar setiap anak dan remaja khususnya OYPMK dan remaja Disabilitas mendapatkan hak edukasi kesehatan seksual dan reproduksi sejak dini. 


Salam


Eka MP









Komentar

Posting Komentar